Sampai Kapan Kita Akan Memperjuangankan Mimpi?

 

Randy Tarampi via unsplash

Sampai kita sadar, tak semua mimpi dapat kita genapi!

Tak hanya perkara bertambahnya daftar kewajiban seperti membayar token listrik dan internet tiap bulan. Melepas mimpi, ternyata jadi salah satu bagian dari menjadi dewasa yang akan kita semua lalui. Jika kehidupan adalah lorong panjang, kita semua tentu tak ada yang tahu di mana pintu akhirnya. Bagi sebagian orang, perjalanan ini (mungkin) penuh warna atau paling tidak sebagai manusia kita berusaha untuk menjadikannya berwarna.

Tadinya aku berpikir, beberapa mimpi yang sudah kurawat erat-erat akan bisa kutandai dengan stabilo kuning cerah sebagai makna aku telah berhasil menggenapinya. Walau tak punya banyak mimpi, tapi ternyata, mimpi yang sedikit itu pun, tak semua bisa kugenapi. Tak perlu jauh-jauh, mimpi sederhana untuk mengajak orangtuaku berlibur saja tak bisa kugenapi. Atau lebih tepatnya, sudah tak mungkin bisa kugenapi.

Setidaknya, di perjalanan yang sedang kulalui ini. Ada banyak scene yang memperlihatkan diriku sedang terombang-ambing antara harapan-harapan lama yang harus kuhadapi dan impian-impian baru yang ingin kutebar. Namun, kepahitan tak pernah lupa mengingatkanku bahwa hidup bukanlah tentang kemudahan semata. Aku belajar dari setiap kegagalan dan penyesalan bahwa merelakan mimpi adalah bagian dari kematangan diri.

Perjalanan menuju kedewasaan mengajarkanku bahwa impian-impian masa kecil bukanlah sebuah janji yang pasti. Ketika aku merelakan beberapa mimpi itu, ada rasa getir yang menyelinap dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Seolah tak mau melepasnya, tapi menggenapinya pun rasanya tak punya tenaga. Pelan-pelan aku menyadari bahwa merelakan mimpi bukanlah tanda kelemahan, melainkan keberanian untuk menghadapi realitas yang kadang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan. Gagal dan menerima, tak lagi kunilai sebagai “payah”, tapi bentuk lain dari keikhlasan diri untuk terus berjalan, meski banyak hal yang tak bisa, hilang, dan gagal untuk kudapatkan.

Tujuanku tentu kerap tak terarah, ada beberapa keputusan yang tidak bijaksana membuatku terombang-ambing dalam arus yang tak terduga. Namun, dari sanalah aku memetik banyak makna, bahwa proses kedewasaan membutuhkan kesabaran dan pengertian atas diri sendiri. Aku belajar untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri dan membiarkan waktu menyembuhkan luka-luka yang ada. Membiarkan, hatiku menikmati banyak patah hati yang datang silir berganti. Dan belajar berterima kasih pada jiwa dan pikiranku, karena mereka berdua sudah mau bekerja sama denganku hingga sejauh ini.

Waktu yang berlalu menemaniku tumbuh dan berkembang. Aku mengerti bahwa setiap orang memiliki tempo yang berbeda-beda. Meski kadang aku merasa tertinggal, aku belajar untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain. Karena semakin aku mengetahui banyak hal, semakin kecil pula rasa untuk ingin menjadikan kebahagian orang lain sebagai tolok ukur yang harus didapatkan. Aku berusaha membangun cerita perjalananku sendiri, membuat timeline hidup yang kumiliki dengan menjalani apa yang ada di hadapanku saat ini. Dan salah satunya adalah menerima diri apa adanya dan mencintai proses perjalanan yang ada di depan mata.

Satu hal yang pasti, kini, bagiku berpisah dengan impian-impian lama bukan berarti aku mengabaikannya begitu saja. Sebaliknya, aku menemukan cara untuk menyimpannya dalam setiap celah hatiku. Impian itu mungkin berdiam di sana, menunggu waktu yang tepat untuk bersemi kembali. Dan sementara itu, aku membiarkan mimpi-mimpi baru bergelora di dalam jiwa, menggairahkan semangatku untuk terus bergerak maju.

Sungguh, proses kedewasaan membuka mataku pada keindahan yang tersembunyi di balik pahitnya pengorbanan dan ketidakpastian. Ketika aku mencari makna di setiap kesulitan dan berterima kasih atas setiap kebahagiaan, aku menyadari bahwa perjalanan ini adalah sebuah keajaiban dalam dirinya sendiri.

Jika kamu adalah salah satu manusia yang sedang merasa terombang-ambing pada derasnya laju kehidupan. Ingatkan, jika kita tak perlu menghakimi setiap pilihan yang telah kita buat atau meratapi mimpi-mimpi yang tak kesampaian. Sebab hal yang paling penting adalah bagaimana kita terus belajar, bertumbuh, dan mencintai diri kita sendiri di setiap langkah kehidupan yang kini kita jalani. Bahagia dan sedih, adalah bagian dari kedewasaan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, mari sambutlah setiap detiknya dengan penuh keberanian dan ketulusan, serta keikhlasan agar hati dan pikiran kita dapat lebih menikmati hidup yang sejatinya sudah pahit sedari kita dilahirkan.

Komentar

Postingan Populer